Rabu, 30 Januari 2019

Menjadi Introvert #2




Introvert tidak selalu identik dengan pendiam, antisosial atau yang semacamnya ya. Saya contohnya heheh, dulu waktu remaja saya termasuk anak yang ceria ramah dan suka berteman dengan siapapun.  Saya emang sengaja memaksa diri untuk bisa ramah dengan orang lain sih hmm dlu saya paling benci klo semacam bully an- jdi berusaha buat bener2 bisa temenan dgan siapapun. 


Hanya saja ada ruang/batas yang ada. Misalnya saya sangat terbukan bertemann dengan siapapun, tapi bisa dihitung jari orang yang benar-benar menjadi teman dekat yang bisa masuk di ‘ruang’ saya. Saya suka bicara dan mendengarkan, tapi tidak tentang pribadi, seolah ruang pribadi saya tutup rapat. Dulu saya juga memilih dirumah aja dibanding ikut temen maen sana-sini. Saya lebih menikmati hari libur saya dirumah dengan nonton tv, makan bebas atau cuman tidur doang. 


Saat berumur 20an/kuliah saya mulai mengenal diri saya lebih jauh. Awalnya saya merasa aneh dengan diri saya sendiri. Misalnya seperti ini, seperti yang saya bilang saya berusaha untuk bisa ramah dan berteman dengan siapapun , bisa ketawa sana sini bisa maen kemana aja. Tapi setelah itu saya butuh waktu yang cukup lama untuk ‘mengurung diri/me time/gak bisa diganggu’. Jadi ada waktu saya ‘ngilang’ untuk menumpuk energi saya yang habis karena bersosialisasi dengan banyak orang (tapi waktnya lama). Ibaratnya ketika saya bersosialisasi dengan orang lain 3 hari saya butuh waktu 4 hari untuk re-charger energi alias me tim (agak ekstrim ya wkwk)

Saya termasuk orang yang terkesan mudah berbicara/terbuka tapi disisi lain saya sangat penakut bahkan panik berlebihan jika berada di ruang baru/asing. Hanya saja, patut saya akui saya termasuk orang yang pandai menyembunyikan rasa. Bahkan karena hal itu banyak orang yang tidak percaya saya introvert, hanya beberapa orang yang benar-benar dekat saja yang menyadarinya.


Terus terang, semakin kesini ke Introvert an saya makin berasa. Saya cenderung lebih suka berada dilingkup sediki orang dibanding banyak bahkan saya lebih suka sendiri kebeberapa tempat. Saya butuh me time lebih lama dibanding dulu. Saya lebih merasa lelah jika bersosial terlalu lama. Ya, mungkin karena saya yang mulai tak muda lagi hahah.

Menjadi introvert memang banyak tantangan terutama resah /cemas/ takut/ overthingking terhadap sesuatu yang mungkin menurut orang sederhana. Tapi disisi lain saya bersyukur, karena punya banyak waktu untuk diri sendiri.

Kalau kamu merasa berbeda dari kebanyakan orang ya nggak apa-apa. Toh tiap orang punya uniknya masing-masing. Dan jangan pernah menilai orang lebih buruk hanya karena berbeda dari diri kita.

Menjadi introvert juga bukan penghalang saya untuk berkarya, eksplore kemampuan diri. Justru membuat saya semakin bersemangat untuk terus berpikir kritis, dan optimis terhadap apa yang saya lakukan. 
Begitu pula dengan kamu bukan? :)


Kamis, 24 Januari 2019

Menjadi Introvert #1

Menjadi seorang introvert adalah salah satu hal yang membuat saya bersyukur.
Saya tidak bisa menyebut itu kekurangan atau kelebihan,  karena itu hanya sebagai karakter dasar bukan sesuatu yg bikin kamu nampak hebat atau lemah.
Kamu bisa istimewa atau tidak ya tergantung bagaimana sikap kamu sama orang lain dan karya apa yg udah kami bikin sampai segini hari.

Awalnya saya adalah orang yg pendiam,  orang rumahan,  nggak terlalu suka banyak dan interaksi sama orang, kudet bahkan lumayan ansos. Tapi suatu ketika saya memaksakan diri untuk keluar zona nyaman. Ya bukan merubah diri total sih tapi saya berusaha modifikasi diri saya seperti berusaha lebih ramah, sksd, maen sana sini walaupun ternyata menyenangkan tapi ada sisi introvert sya yg gak ilang (iyalah ya haha)

Saya tetep butuh me time/waktu sendian buat re-chargee energi saya yg udah dikeluarin banyak bgt buat interaksi sama orang lain.  Dan re-charge ini biasanya justru lebih lama dibanting bersosialisasi dgan orang lain.

Nggak ada salahnya kok jadi orang introvert, selama bisa menempatkan diri dgan baik.  Dan jga jangan terlalu memaksakan diri untuk menjadi orang lain dalam artian kalo kamu emang butuh waktu istirahat / tambah energi ya udah gpp buat rehat dari sosial kamu.  Cari waktu buat dirumah aja atau kesuatu tempat sendirian.

Buat kamu yg emang ga terlalu suka bersosialisasi yg nggak apa2 juga nggak ada salahnya selama itu nggak ngerugiin orang lain juga.

Banyak obrolan sih kalau ngebahas ini.  Saya bukan orang psikologi juga saya cuman seorang introvert yg sering menemui sesama introvert dan ekstrovert juga.

Masing2 orang punya caranya sendiri buat menikmati , buat memaknai hidup. Bukan sok ramah sok akrab atau hebring kemana -mana tapi saling menghargai adalah kunci sebuah kehidupan sosial.



*kapan2 bahas introvert lebih  dalam lagi ya 🙂

Jumat, 18 Januari 2019

Mbolang Sendirian



Kali ini saya akan menulis tentang sepenggal cerita ketika saya bepergian ke Jogja. Selama hampir 8 tahun saya tinggal di Jogja (dulu) bisa dibilang saya akan cukup familier dengan segala tempat dan situasi di Jogja.

Semenjak saja pulang ke kampung halaman, nyatanya saya memang tidak bisa benar-benar lepas dari Jogja. Jadi dalam 2 hingga 3 bulan sekali bisa dipastikan saya akan berkunjung ke Jogja. Entah karena ada urusan kampus, pekerjaan atau hanya untuk me time.

Biasanya selama saya di Jogja saya sering menginap di rumah teman, kemudian barengan buat maen, jalan-jalan atau cuman makan di tempat yang dulu sering kuhampiri.

Tapi perjalanan ini saya ingin mencoba untuk menikmati Jogja dengan cara yang berbeda. Kali ini saya memutuskan untuk Solo Traveling, itu nama kerennya sih hehe gampangnya kali ini saya akan maen ke Jogja sendirian, jalan-jalan sendirian, ketempat baru dan perbanyak jalan kaki.
Walau saya sudah lama di Jogja, tapi kenyataanya saya orang yang saat lupa jalan dan jarang maen (dulunya) jadi untuk mbolang sendiri dan coba tempat baru agak berbeda dari biasanya.

Saya memesan tiket kereta jauh-jauh hari biar lebih murah. Begitu juga dengan penginapan, saya memilih penginapan dengan tema Backpacker, konsep dorm dengan satu ruang ada 6 bed hmm menarik batin saya waktu melihat review para backpacker yang ke Jogja.


Saya lihat lokasi penginapan itu tak jauh dari Stasiun Tugu sekitar 18 menit, jadi saya memutuskan jalan kaki dengan mempercayai Google Map. Tapi ternyata saya tak secanggih itu untuk berteman dengan Google Map, saya nyasar hingga ke perkampungan yang tak saya ketahui arahnya. Saya kebingungan membaca google map.

Bahkan hujan mulai turun, jadi sesekali mencari tempat teduh tapi segera beranjak juga takut semakit larut karena saat itu sudah pukul setengah 5. Dan hampir satu jam muter-muter tidak jelas akhirnya saya menemukan titik terang dan mulai menemukan arah yang tepat. Hampir 50 menit saya berkeliling tidak jelas, dengan hujan yang makin deras dan kaki yang makin berat.


Lucunya meskipun saya nyasar, bahkan sejam lebih jalan kaki nggak jelas tapi saya merasa itu benar-benar seru. Esoknya saya juga memutuskan berusaha untuk memperbanyak jalan kaki walaupun ada 1 kali naik ojek sih karena beneran jauh hehe. Dan mecoba beberapa tempat makan baru, atau tempat seru lain dengan mengandalkan google map. Untungnya hari kedua saya sudah cukup berteman jadi nggak kesasar.

Sebenarnya saya nggak maen jauh, yang deket dan gampang aja. Sekedar ke tempat makan baru, kedai kopi baru, atau jalan random aja. Tapi rasanya saya beneran bisa ngangkat penat yang kemarin kebawa dari rumah dengan pekerjaan dan segala masalah yang ada. Ya semua manusia juga punya masalah dan kepenata sendiri-sendiri kan?

Jadi sebenarnya kalau pengen nge-refresh, re-chargers, me time nggak harus kamu pergi jauh ketempat wisata yang mungkin bakal butuh biaya banyak. Cukup ketempat baru atau ke tempat lama dengan cara yang baru, datang ke kedai kopi baru (ini semacam kebiasaan dimanapun kuberada hahah)  dan perlu coba juga melakukannya sendirian.

Menemukan hal baru, menemukan keseruan yang bikin  kepenatan kamu jadi mereda.
Sendirian itu belum tentu konotasinya nggak punya temen, kesepian atau semacamnya. Diri kamu kadang butuh waktu sendiri, berbincang antara kamu dan kamu. Setuju kan?

Jadi selanjutnya mbolang kemana ya? :)

Kamis, 10 Januari 2019

Bicara Cinta



Kamu tahu, apa bedanya patah dan jatuh hati?
Iya..perbedaanya hanya sebatas datang dan pergi.

Jatuh hati membuatmu tersenyum mendapati hati yang lain hadir bersama rasa.
Patah hari membuatmu menangis, menyadari bahwa hati yang kau ingin melepaskan diri.

Secara sekilas keduanya tampak berbeda.
Tapi sebenarnya, keduanya tak memiliki perbedaan yang berarti.

Ada ‘Rasa’ yang ikut serta dalam pergulatan Patah maupun Jatuh hati. Dengan imbuhan rasa yang lain seperti Rindu, Cemburu, Kecewa, Bahagia.
Kompleksitas Rasa yang hadir kemudian menghasilkan wujud akhir Patah ataupun Jatuh hati, tergantung dari berapa perbadingan dari semua Rasa didalamnya.

Ketika kamu jatuh hati, secara sadar kamu akan penuh syukur. Menemukan sepotong hati yang lain untuk kau singgahi.
Pun ketika patah hati kamu patut berterimakasih. Karena walaupun hatimu terluka dan sebagiannya menghilang, masih ada Rasa yang membuatmu hidup dan meyakinkan diri untuk menemukan hati yang lain. Mempercayai bahwa hatimu benar-benar mampu untuk singgah.


Lalu bagaimana dengan aku? Dia? Atau siapapun yang tak merasakan keduanya.
Entah bagaimana aku sering mendengar kata rindu, cemburu, kecewa, sedih, bahagia, marah. Tapi aku sendiri tak bisa mendefiniskan apalagi mendeskripsikan dengan baik. Apalagi berbicara cinta.
Sudah lama hatiku beku. Kering kerontang. Entah karena aku tak pernah mencari, atau aku yang tak bisa ditemukan.
Aku iri denganmu, dengan kau yang sedang jatuh hati bahkan dengan kamu yang tengah bersedih karena patah hati.
Beritahu aku perihal cinta. Ada sebagian geli mendengarnya, sebagian lagi menggebu untuk bercerita. Tapi ada satu hal yang menarik. Aku selalu membaca kisah-kisah cinta kemudian tersenyum sendiri atau bahkan marah, padahal aku tak benar-benar mengerti perasaan apa yang sedang mereka alami.

Kamu bilang, mencinta adalah kebahagiaan yang tak tergantikan. Kemudian membanggakan diri bahwa kau tengah dimabuk cinta. Lalu dilain hari kamu menangis dengan keras, menghujat cinta yang pernah kau puja.
Ahhh aku sudah lelah dengan semua ini.

Pada akhirnya, tulisan ini hanyalah omong kosong tentang cinta yang bahkan tak pernah kumiliki.